ARTIKEL

“HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN”

Dalam rangka memajukan bangsa, Indonesia menggunakan instrumen kesehatan dan salah satu upaya untuk mewujudkannya melalui kesehatan dapat dilihat dalam alinea keempat Pembukaan dan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, berbunyi :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Wujud kesehatan pada alinea keempat sebagai instrumen memajukan bangsa terdapat di dalam kata “memajukan kesejahteraan umum”.

Kata tersebut menuntut agar setiap manusia Indonesia agar sehat baik pikiran, jiwa maupun rohani sehingga dalam upaya peningkatan atau usaha memajukan bangsa dalam berbagai dimensi dapat dilakukan dengan baik dan benar. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Kesehatan merupakan hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat dari kalangan kurang mampu (equality). Pelayanan kesehatan yang maksimal merupakan bentuk terpenuhinya hak dasar masyarakat untuk sehat dapat terpenuhi. Pelaksana pelayanan kesehatan secara praktek agar dapat dilakukan dengan baik dan benar atau sesuai dengan ilmu kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Tenaga medis,

2. Tenaga psikologi klinis,

3. Tenaga keperawatan,

4. Tenaga kebidanan,

5. Tenaga kefarmasian,

6. Tenaga kesehatan masyarakat,

7. Tenaga kesehatan lingkungan

8. Tenaga gizi,

9. Tenaga keterapian fisik,

10. Tenaga keteknisian medis,

11. Tenaga teknik biomedika,

12. Tenaga kesehatan tradisional, dan

13. Tenaga kesehatan lain.

Tenaga kesehatan di atas diantara ketiga belas jenis tersebut yang sangat dikenal masyarakat luas ialah tenaga medis. Tenaga medis yang dimaksud ialah dokter. Dokter menjadi profesi yang begitu terkenal dan populer dimasyarakat.

Profesi dokter dianggap mulia karena mampu untuk mengobati penyakit dari setiap pasien. Dokter dalam menjalankan tugasnya bukan tidak memiliki hubungan hukum dengan pasien. Hubungan hukum tersebut tercermin atas beberapa kegiatan, yaitu :

1. Kewajiban melakukan diagnosis penyakit,

2. Kewajiban mengobati penyakit,

3. Kewajiban memberikan informasi yang cukup kepada pasien dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, baik diminta atau tidak,

4. Kewajiban untuk mendapatkan persetujuan pasien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter setelah dokter memberikan informasi yang cukup dan dimengerti oleh pasien”.

Oleh karena itu, penting kiranya dikaji secara seksama hubungan antara dokter dengan pasien. Hubungan dokter dan pasien pada dasarnya terikat oleh adanya pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter berasal atau diatur dalam kode etik Kedokteran yang mana didasari adanya hubungan kepercayaan, yaitu dokter dan pasien saling percaya-mempercayai (konfidensial) dan diatur dengan kaidah-kaidah moral.

Hubungan kepercayaan tersebut tercipta karena adanya kewajiban dokter yang terdapat didalam kode etik kedokteran, sebagai berikut:

1. Kewajiban umum, terdiri atas:

a. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

b. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

c. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

d. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

e. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

f. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

g. Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

h. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

i. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

j. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

k. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

l. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. m. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

2. Kewajiban dokter terhadap pasien, terdiri atas:

a. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

b. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

c. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

d. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat, terdiri atas:

a. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

b. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

4. Kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri, terdiri atas:

a. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

b. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Kewajiban dokter terhadap pasien di atas (di dalam kode etik) tidak terlepas dari adanya standar kompetensi dokter dalam menjalankan profesinya, sebagai berikut:

1. Profesionalitas yang luhur.

2. Mawas diri dan pengembangan diri.

3. Komunikasi efektif.

4. Pengelolaan informasi.

5. Landasan ilmiah ilmu kedokteran.

6. Keterampilan klinis.

7. Pengelolaan masalah kesehatan.

Selanjutnya, pelaksanaan kewajiban dokter terhadap pasien yang termuat dalam kode etik kedokteran yang dilaksanakan sesuai dengan standar kompetensi kedokteran menghasilkan hubungan hukum yang didasarkan pada kepercayaan berupa sebuah tindakan medis yang bersifat upaya atau inspanningsverbintenis. Tindakan medis yang bersifat upaya atau inspanningsverbintenis merupakan bentuk perjanjian perawatan yang menimbulkan perikatan antara dokter dan pasien untuk penyembuhan (terapeutik).

Artinya, dalam upaya penyembuhan pasien tidak mungkin dimintakan sesuatu hal yang pasti dimana akibat perawatan tidak ada jaminan pasien akan sembuh atau tidak mengalami cidera sebagai akibat perawatan. Oleh karena itu, perjanjian antara pasien dan dokter masalah perawatan itu menjadi landasan dengan catatan standar perawatan yang baik dan benar telah terpenuhi.

Hubungan hukum antara pasien dan dokter di atas menghasilkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.

Hak dan kewajiban dokter serta pasien, sebagai berikut:

1. Hak dan kewajiban dokter merupakan hak dan kewajiban dalam menjalankan suatu profesi kedokteran, yaitu dalam memberikan pelayanan kesehatan atau pertolongan medis kepada pasiennya.

Adapun hak dan kewajiban dokter, yaitu:

a. Hak dokter, terdiri atas:

1) Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis.

2) Hak menolak melaksanakan tindakan medis yang ia tidak dapat pertanggung jawabkan secara profesional.

3) Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya (conscienci) tidak baik.

4) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika ia menilai bahwa kerjasama antara pasien dia tidak ada lagi gunanya.

5) Hak atas privacy dokter.

6) Hak atas itikad baik dari pasien dalam melaksanakan kontrak terapeutik.

7) Hak atas balas jasa.

8) Hak atas fair dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadapnya.

9) Hak untuk membela diri.

10) Hak memilih pasien.

b. Kewajiban dokter, terdiri atas:

1) Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial dari memelihara kesehatan.

2) Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis.

3) Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran.

4) Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan (proportionaliteits beginsel).

2. Hak pasien ialah hak untuk menentukan untuk diri sendiri sedangkan kewajiban pasien adalah kewajiban-kewajiban yang perlu ditaati pasien. Adapun hak dan kewajiban pasien, yaitu:

a. Hak pasien, terdiri atas:

1) Hak atas pelayanan medis dan perawatan.

2) Hak atas informasi dan persetujuan.

3) Hak atas rahasia kedokteran.

4) Hak memilih dokter dan rumah sakit.

5) Hak untuk menolak dan menghentikan pengobatan.

6) Hak untuk tidak terlalu dibatasi kemerdekaannya selama proses pengobatan pasien boleh melakukan hal-hal yang lain asal tidak membahayakan kesehatannya.

7) Hak untuk mengadu dan mengajukan gugatan.

8) Hak atas ganti rugi.

9) Hak atas bantuan hukum.

10) Hak untuk mendapatkan nasehat uintuk ikut serta dalam eksperimen.

11) Hak atas perhitungan biaya pengobatan dan perawatan yang wajar dan penjelasan perhitungan tersebut.

b. Kewajiban pasien, terdiri atas:

1) Memberikan informasi kepada dokter tentang penyakit yang dideritanya dengan lengkap.

2) Mematuhi petunjuk-petunjuk dokter.

3) Mematuhi privacy dokter.

4) Memberikan imbalan/honorarium kepada dokter.

Pelaksanaan tindakan medis yang merupakan implementasi dari hubungan dokter dan pasien bukan tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran moral atau hukum yang disebut dengan malpraktek.

Malpraktek memiliki banyak pengertian dari para ahli namun secara singkat malpraktek adalah bentuk kelalaian profesi dalam bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter.

Oleh karena itu, malpraktek dapat dikatakan sebagai pelanggaran kontrak, perbuatan yang disengaja dan kelalaian. Artinya, malpraktek bukan hanya persoalan pidana saja akan tetapi juga berkaitan dengan persoalan perdata yang muncul dari hubungan pasien dengan dokter.

Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa malpraktek yang dilakukan oleh dokter terjadi karena kelalaian dokter. Hal tersebut senada dengan pendapat Joseph H. King, JR, yang menyatakan sebagai berikut:

“Negligent malpractice can be proved in two ways. Plaintiff may introduce direct evidence that delineates the injury-producing transaction and explains the ways in which it was negligent”

(terjemahan bebas: Malpraktek yang dikarenakan lalai dapat dibuktikan dengan 2 (dua) cara, yaitu: pihak yang dirugikan membawa bukti langsung terkait tindakan medis dan memberikan penjelasan terkait kelalaian)”.

Malpraktik secara harafiah memiliki arti sebagai sebuah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dokter.

Secara singkat malpraktek medis pada intinya mengandung unsur-unsur, sebagai berikut:

1. Dokter atau tenaga medis kurang menguasai ilmu pengetahuan medis dan keterampilan yang sudah berlaku umum di kalangan profesi medis;

2. Dokter dan tenaga medis memberikan pelayanan medis dibawah standar;

3. Dokter dan tenaga medis melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat mencakup:

a. Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau

b. Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.

4. Melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hukum.

Dengan demikian, Malpraktek yang dilakukan oleh dokter, ada 4 (empat) unsur yang menonjol yaitu :

1. Dokter telah melakukan kesalahan dalam melaksanakan profesinya.

2. Tindakan dokter tersebut dilakukan karena kealpaan atau kelalaian.

3. Kesalahan tersebut akibat dokter tidak mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar profesi.

4. Adanya suatu akibat yang fatal, yaitu meninggalnya pasien atau pasien menderita luka berat. Malpraktik merupakan sebuah tindak pidana yang bersumber dari kesalahan dimana terdiri atas 2 (dua) unsur pula, yakni kesengajaan dan kelalaian. Oleh karena itu, dokter melakukan malpraktik dapat dilakukan berdasarkan kesengajaan dan kelalaian.

Penulis

1. DR. Redyanto Sidi, S.H,.M.H, Dosen di Magister Hukum Kesehatan Universitas Pembangunan Pancabudi.

2. Dr. dr. Irsyam Risdawati, M.Kes, Dosen di Magister Hukum Kesehatan Universitas Pembangunan Pancabudi.

3. Hasan Basri, Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Pembangunan Pancabudi

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *