Binjai.AnalisaOne.com I Kabar hangat masih menyelimuti warga Kota Binjai. Pasalnya, tahun 2022 Pemerintahan Kota Binjai Defisit anggaran hingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan perekonomian Kota Binjai. Selasa, (12/11).
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara tahun 2022 telah menemukan Defisit Riil Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Binjai hanya sebesar 6,30%, melampaui ketentuan.
“Berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan Sumatera Utara menemukan Defisit Riil APBD tahun 2022 Kota Binjai telah melampaui batas maksimal Defisit APBD senilai 6,30% sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 117/PMK.07/2021 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah TA 2022” kata Rahmad Budianto selaku sekretaris umum Garda Pengawasan Perlindungan Konsumen (GPPK).
Hasil pemeriksaan BPK RI nomor : 66.B/LHP/XVIII.MDN/05/2023, Dampak penganggaran Pendapatan Tahun Anggaran 2022 yang tidak realistis sebesar Rp.98.657.485.945,06, mengakibatkan Pemko Binjai kekurangan sumber pendanaan untuk membiayai belanja yang telah di anggarkan.
“Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun Anggaran 2022 menunjukan nilai surplus sebesar Rp.4.049.326.238,53, ditambah dengan penerimaan pembiayaan berupa SILPA Tahun Anggaran sebelumnya sebesar Rp.3.834.008.209,60 dan di kurangi dengan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pada PT.Bank Sumut sebesar Rp.1.438.268.752,00, nilai SILPA pada akhir tahun 2022 menjadi sebesar Rp.6.445.065.696,13.”ujar Budi.
Budi menjelaskan dari temuan BPK RI jumlah SILPA tersebut nilai saldo Kas Riil Pemerintahan Kota Binjai hanya sebesar Rp.2.018.388.405,90, yang terdiri atas kas RKUD sebesar Rp.1.887.881.133,90 dan kas di bendahara pengeluaran sebesar Rp.130.507.272,00.
“hasil pemeriksaan, Saldo kas per tanggal 31 Desember 2022 sebesar Rp.2.018.388.405,90 menunjukan fleksibilitas dan kemampuan pendanaan riil yang sangat rendah jika dibandingkan dengan jumlah kewajiban yang harus dibayarkan per tanggal 31 Desember 2022 sebesar Rp.70.290.774.799,97 yang terdiri dari utang PFK sebesar Rp.1.350.555.310.,00, utang belanja sebesar Rp.634.842.408,00 dan utang jangka pendek lainnya sebesar Rp.68.305.377.081,97.”sebutnya.
Dimana dalam hutang jangka pendek lainnya terdiri dari sisa hutang belanja sampai tahun 2022 sebesar Rp.56.367.338.203,90 dan utang BLUD sebesar Rp.11.938.038.878,07.
Akibat dari itu, BPK menjelaskan perbandingan sisa kas dan utang belanja tahun 2022 berdasarkan jumlah diatas, kemampuan keuangan daerah tidak mampu menyediakan dana untuk membayar kewajiban sebesar Rp.56.334.347.516,90 sehingga realisasi defisit riil sebesar 6,30% hingga timbulkan hutang belanja yang harus di bayarkan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2005 tentang dana Perimbangan, PP nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP nomor 123 tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Dana Aplikasi Khusus Fisik, PP nomor 12 tahun 2019 Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negri nomor 27 tahun 2021 tentang pedoman penyusunan APBD TA 2022, dan Permendagri nomor 77 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah dan PMK nomor 117/PMK/07/2021 tentang batas Kumulatif Defisit APBD serta PMK nomor 193/PMK/.07/2022 tentang peta kapasitas Fiskal Daerah dan Buletin Teknis nomor 14 tentang Akuntansi Kas pada halaman 38 tentang aset yang di batasi.
Atas permasalahan tersebut, BPK menilai bahwa atas temuan itu mengakibatkan SILPA tidak menyajikan kemampuan keuangan daerah dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek sebesar Rp.56.334.347.516,90, juga membebani APBD TA 2023 dan berpotensi mengurangi program pelayanan masyarakat tahun berikutnya.
Budi menjelaskan dari temuan itu,Mengakibatkan Saldo Kas Daerah sebesar Rp.1.887.881.133,90 tidak mencerminkan saldo kas yang penggunaannya sudah ditentukan sebesar Rp.26.337.102.235,10 serta mengakibatkan pembayaran hutang Tahun 2022 sebesar Rp. 21.108.730.822,00 yang bersumber dari belanja barang dan belanja Modal yang telah di rencanakan tahun 2022 berisiko menimbulkan hutang baru dan membebani APBD tahun 2023.
Sementara, Kepala BPKAD Kota Binjai, Erwin Toga yang dikonfirmasi wartawan terkait sisa hutang belanja barang dan jasa dan belanja modal dalam satu SKPD tahun 2022 yakni Bagian Umum Setda Kota Binjai senilai Rp.2.818.549.574,00 menyebutkan sudah di bayarkan semua.
“Sudah dibayar semua itu” sebut Toga.
Namun Kepala BPKAD itu tidak menunjukan bukti riil pembayaran hutang kepada pihak ketiga atas belanja barang dan jasa serta belanja modal tahun 2022 yang menjadi beban Pemko Binjai.(Tim).