Deliserdang.AnalisaOne.com I Dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), unsur yang paling penting adalah perbuatan eksploitasi.
Artinya, ada pihak lain yang mengambil manfaat atau keuntungan pribadi dari transplantasi ginjal secara ilegal. Apabila unsur tersebut tidak terbukti, maka terdakwa tidak bisa dijerat dengan UU TPPO.
Penegasan ini disampaikan Bambang Santoso SH MH dari Kantor Hukum BSP Law Firm, selaku kuasa hukum terdakwa, Mus Muliadi alias Aji, Sabtu (27/7/2024).
“Setelah kami menelaah pertimbangan hukum putusan, majelis hakim menyatakan perbuatan eksploitasi dalam perkara ini tidak terbukti. Kami menilai putusan hakim telah tepat memenuhi sisi kemanusiaan dan keadilan,” tegas Bambang Santoso.
Dijelaskannya, perkara tersebut bermula dari Reza Abdul Wachid yang secara sadar dan tanpa paksaan memposting di Grup Paguyuban Pendonor Ginjal yang ada di facebook. Lalu, ada orang bernama Adi yang menghubungi Reza dan terjadilah pembicaraan di antara keduanya.
“Jadi, niat pertama untuk mendonorkan ginjal itu berasal dari Reza bukan dari orang lain, tanpa ada keterlibatan klien kami (Mus Muliadi),” terang Bambang.
Untuk membuktikan percobaan eksploitasi itu, setidaknya harus ada pembicaraan awal tentang pembagian keuntungan di antara orang-orang yang terlibat. Tetapi, jaksa tidak bisa membuktikan pembicaraan pembagian keuntungan tersebut.
“Jadi, menurut kami, ini murni donor ginjal yang bersifat kemanusiaan dan bertujuan untuk penyembuhan penyakit gagal ginjal yang selama bertahun-tahun diderita oleh Atik (penerima donor/penderita gagal ginjal). Kalaupun ada pembicaraan tentang uang maka ini bisa dianggap sebagai uang penghargaan dari Atik kepada Reza, karena UU Kesehatan itu membenarkan negara ataupun penerima donor untuk memberikan uang penghargaan kepada pendonor dan untuk pemulihan kesehatan si pendonor,” papar Bambang.
Jadi, kalau ditemukan kasus seperti ini, lanjut Bambang, penderita gagal ginjal yang ingin melakukan transplantasi ginjal, maka sebaiknya diarahkan untuk memenuhi perizinan yang diatur di dalam UU Kesehatan, bukan langsung diproses secara hukum pidana. Sebab, hal itu melanggar prinsip ultimum remedium di mana hukum pidana adalah sebagai upaya hukum terakhir.
“Pada tahap penyidikan kasus ini, kami sudah bermohon kepada penyidik agar kasus ini dihentikan, dan dilakukan advokasi hukum kepada pendonor dan penderita gagal ginjal untuk memenuhi tahapan dan syarat-syarat di dalam peraturan perundang-undangan, bahkan kami bersedia sukarela melakukan advokasi hukum dalam memenuhi perizinan itu, tetapi permohonan kami tidak dipenuhi oleh penyidik,” tutup Bambang.
Diketahui sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam, membebaskan terdakwa, Mus Muliadi alias Mus dalam kasus dugaan penjualam ginjal ilegal, pada sidang yang digelar, Rabu, 24 Juli 2024.
Pada sidang itu, terdakwa, Mus Muliadi alias Aji tidak terbukti membantu melakukan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia (ginjal) secara ilegal.
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan tujuh tahun penjara dan denda Rp.500 juta dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 UU No.21 Tahun 2007 dan Pasal 4 jo Pasal 10 UU No.21 No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Sehari berselang, Kamis (25/7/2024), dengan dijemput kuasa hukumnya, Mus Muliadi alias Aji dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lubuk Pakam. (rel/ri).