Korupsi DIF Binjai: Antara Kekuasaan dan Keberanian Mengungkap Fakta

Penulis: Fahriansyah
Jenis tulisan : analytical news

Foto : Ilustrasi

Kasus korupsi di Sumatera Utara merupakan penyakit yang harus dibasmi bersama. Tidak sedikit oknum yang memiliki jabatan strategis atau kelompok tertentu memanfaatkan wewenang, jabatan, atau posisi mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Keuntungan ini bisa berupa uang, barang, atau hak istimewa yang diperoleh secara tidak sah atau melanggar aturan, sehingga merugikan kepentingan publik atau lembaga.

Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih menjadi masalah yang tak kunjung usai. Bahkan di Kota Medan, kasus korupsi menjadi PR bagi Aparat Penegak Hukum (APH) yang harus diselesaikan secara tuntas. Banyak pelaku korupsi telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Medan karena terbukti merugikan keuangan daerah.

Ironisnya, kejahatan korupsi di Sumatera Utara semakin marak dan menjadi celah bagi penegak hukum untuk “bermain mata” dengan status para tersangka. Kejahatan korupsi adalah prestasi buruk yang sama sekali tidak patut dibanggakan.

Di Kota Binjai, praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) juga kerap terjadi. Kasus dugaan korupsi di Kota Binjai tidak hanya menyasar kepada kepala daerah, tetapi juga beberapa jabatan penting yang diisi oleh Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Sayangnya, kasus korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF) di Kota Binjai tahun 2024 senilai Rp20,8 miliar, yang telah dilakukan pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Binjai, masih tampak jalan di tempat.

Seharusnya, penanganan kasus korupsi DIF oleh Kejaksaan sudah memasuki tahap penetapan tersangka. Pernyataan ini dikuatkan oleh kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara.

Mereka juga mengungkapkan fakta baru terkait kasus korupsi DIF, yaitu adanya ketidaksesuaian data laporan dan pertanggungjawaban, yang seharusnya menjadi modal bagi Kejaksaan Negeri Binjai untuk menetapkan tersangka.

Perbedaan laporan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian dengan pernyataan Kepala BPKAD Kota Binjai, Erwin Toga, selaku Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Binjai.

Erwin Toga, yang memiliki pengaruh besar terhadap pengelolaan keuangan, menyebutkan adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp1,2 miliar yang bersumber dari Dana Insentif Daerah.

Sementara itu, hasil Audit BPK Perwakilan Sumatera Utara menunjukkan realisasi anggaran DIF terlaksana senilai Rp20,8 miliar. Namun, pemeriksaan ini menimbulkan keanehan.

Berdasarkan data yang dihimpun melalui website kementerian, laporan realisasi DIF hanya tampak terealisasi 50 persen atau sebesar Rp10,44 miliar, dan menyisakan sejumlah pertanyaan besar. Hal ini mendesak agar kasus Korupsi DIF tidak “berulang tahun” di Kejaksaan Negeri Binjai.

Di sisi lain, perilaku korupsi muncul karena kombinasi beberapa faktor. Pertama, faktor individu, yaitu keinginan berlebihan akan kekayaan, kurangnya integritas, dan sikap “semua orang melakukannya” yang membuat perilaku korup dianggap normal.

Kedua, faktor struktural, yaitu lemahnya sistem pengawasan, aturan yang tidak jelas atau sulit diterapkan, serta ketidakadilan sosial yang membuat orang cenderung mencari jalan pintas melalui korupsi.

Serta yang ketiga, faktor lingkungan, yaitu budaya yang menghargai hubungan pribadi (“hubungan”) lebih dari aturan, serta kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan, yang sering kali merugikan keuangan daerah.

Berbeda dengan kasus yang pernah heboh di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada tahun 2022, lembaga antirasuah itu berhasil membongkar dugaan Kasus Korupsi Dana Insentif Daerah tahun 2015-2018 senilai Rp65 miliar di Kabupaten Tabanan, Bali.

Dalam kasus korupsi DID tersebut, KPK telah menetapkan Eks Bupati Tabanan periode 2010 – 2015 dan 2016-2021, Ni Putu Eka Wiryastuti, sebagai tersangka, serta dua orang lainnya, yaitu mantan staf khusus Bidang Ekonomi dan Pembangunan Bupati Tabanan, I Dewa Nyoman Wiratmaja, dan mantan kepala seksi Dana Alokasi Khusus Fisik II, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Rifa Surya.

Keberhasilan ini menjadi contoh nyata agar Kejaksaan juga mampu mengungkapkan fakta dugaan kasus Korupsi Dana Insentif Fiskal yang saat ini masih ditangani oleh Kejaksaan Negeri Binjai.

Akankah kasus dugaan korupsi DIF yang diduga sama melibatkan kepala daerah atas usulan anggaran dan TAPD selaku pengelola anggaran mampu dibongkar oleh Kejaksaan Negeri Binjai? Ataukah Komisi Pemberantasan Korupsi yang akan mengambil alih?

Kini, masyarakat Kota Binjai kembali menanti agar kasus yang telah lama terjadi ini tidak “berulang tahun” di Kejaksaan Negeri Binjai. Warga masyarakat Kota Binjai meminta agar Pemerintah Kota Binjai memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan transparansi, serta menanamkan nilai-nilai integritas, kejujuran, dan rasa tanggung jawab kepada masyarakat sejak dini untuk mencegah kejahatan korupsi.

Mungkin Anda Menyukai

You cannot copy content of this page