Binjai,AnalisaOne.com – Dugaan praktik “permainan” anggaran di Kota Binjai yang menyebabkan mandeknya kasus korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF) senilai 20,8 milyar di Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, semakin sulit dibongkar.
Masyarakat dan kalangan wartawan mencurigai adanya keterlibatan “pemangku jabatan” di balik mandeknya penyidikan dugaan kasus korupsi DIF yang menjadi perbincangan hangat ini.
Ketua Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Sumatera Utara, Yusril Mahendra, bersama rekan-rekannya, mendatangi Kantor Kejari Binjai untuk mempertanyakan kejelasan laporan korupsi DIF tahun 2024 yang telah mereka laporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
“Kedatangan kami ini untuk mendesak Kejari Binjai agar secepatnya mengekspos kasus korupsi DIF senilai 20,8 milyar kepada publik” tegas Yusril didampingi Ahmad Fuadi, Rabu (26/11).
Ia juga menyampaikan kekecewaannya terhadap klarifikasi atas penjelasan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Binjai terkait penanganan kasus dugaan korupsi DIF tersebut.
Menurut Yusril, penanganan kasus korupsi DIF oleh Kejari Binjai berpedoman pada Permendagri Nomor 15 Tahun 2023 Pasal 164 dan PP Nomor 12 tahun 2019 yang dinilai janggal dan ambigu.
“Proses pemeriksaan DIF terkesan lambat dan seperti mencari-cari tersangka,” ujarnya.
Yusril, didampingi Fuad, menegaskan bahwa dugaan korupsi DIF sangat jelas berdasarkan data yang mereka tunjukan.
“Penjelasan Kasi Intel tidak berdasar dan jauh dari data yang kami pegang. Permendagri itu tidak membenarkan bayar hutang. Aturan DIF sudah jelas, berdasarkan permohonan, yaitu untuk Pemasangan Smart PJU di Dinas Perhubungan sebesar 4,5 milyar, Pendidikan 3 milyar, Pembangunan irigasi dari Dinas Pertanian sebesar 7,5 milyar”tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seharusnya menjadi saksi, bukan “ditumbalkan” untuk menjadi tersangka.
Dalam pertemuan tersebut, Yusril dan Fuad menemukan ketidaksesuaian informasi dari pernyataan Kasi Intel Kejari Binjai dan BPKAD terkait Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).
Kepala BPKAD menyebutkan SILPA sebesar Rp 1,2 miliar, sementara Kejari Binjai menyebut Rp 1,8 miliar. “Ini jelas membingungkan publik,” kata Yusril.
Ia juga menyoroti perbedaan data dengan Kemenkeu, yang menyebutkan realisasi Dana DIF hanya 50% atau sebesar Rp 10,44 miliar.
Yusril juga mengungkapkan bahwa data LHP BPK-RI Perwakilan Sumatera Utara tahun 2024 menunjukkan realisasi 100% tanpa SILPA, namun Kasi Intel diduga “memelintir” informasi itu menyebutkan bahwa LHP BPK itu di terealisasi itu adalah anggaran bukan hasil penggunaan.
Menanggapi hal ini, Yusril mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Binjai, Iwan Setiawan, untuk serius melakukan pemeriksaan korupsi DIF dan mengekspos hasilnya ke publik.
“Beberapa data yang kami tanyakan tidak sinkron, mulai dari penyusunan anggaran, perencanaan, penggunaan, dan realisasi anggaran DIF, seperti ditutupi hingga terlihat berbeda-beda,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Binjai, Noprianto Sihombing, saat dikonfirmasi wartawan terkait kedatangan Badko HMI, menyebutkan bahwa mereka hanya beraudiensi.
“Iya Bro benar adek “ dari Badko HMI datang ke kantor kejari Binjai untuk Audiensi,” sebut Nopri.(ri).
