Medan.AnalisaOne.com I Konflik antara Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna atau Institute Teknologi Medan (ITM) dengan tenaga pengajar (Dosen) kian memanas. Pasalnya Sukmawati DKK selaku Tenaga Pengajar (Dosen)/Rektor melaporkan dugaan kasus tidak diberikan upah dari hasil mengajar dan pemangku jabatan fungsional.
Informasi yang terima di Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara, bahwa para tenaga pengajar (dosen) ITM termasuk Rektor ITM saat itu masih aktif bekerja sebagai pengajar dan melaksanakan jabatan fungsional sebagaimana yang telah di tetapkan.
Namun, sebelum ITM dibekukan oleh Mendikbud pihak pengajar masih bekerja. Sayanganya sejak bulan Juni 2020 sampai dengan bulan September, terlapor (Yayasan) sudah tidak memberikan gaji kepada pengajar sebagaimana mestinya.
“Jadi klien kami sudah melakukan pekerjaan selama setahun kenapa tidak diberikan gaji. Diduga ini adalah pelanggaran hak normatif.”kata Hasan Basri selaku PH korban kepada wartawan. Selasa (28/6).
Hasan menjelaskan bahwa terkait hak klien, kami sebagai kuasa hukumnya telah melaporkan kasus ini ke Polda Sumatera Utara dan Dinas Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara.
“Kasus ini sudah kita laporkan ke Polda Sumatera Utara dan Disnaker Provsu. Dan hari ini klien kami Sukmawati DKK lagi diperiksa untuk dimintai keterangan oleh Dinas Tenaga Kerja Propinsi” terang Hasan.
Seandainya jika PPNS Disnakerprovsu menerapkan UU Cipta Kerja, seharusnya merujuk pada ketentuan Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 88A UU Cipta Kerja menegaskan pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan sesuai kesepakatan
“Artinya tidak dapat dibayarkan terlambat atau tata cara pembayaran dan jumlahnya tidak sesuai dengan kesepakatan” terang Hasan.
Dalam Ketentuan selanjutnya yakni dalam Bab IV tentang ketenagakerjaan pasal 185 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja menyebut penyimpangan dari pasal 88A UU Cipta Kerja merupakan tindak pidana kejahatan
“Dalam pasal itu penyimpangan termasuk tindak pidana kejahatan dan pengusaha dapat dijatuhi sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)” Terang Hasan.
Namun hal itu inkontitusional untuk di terapkan, karna ada Putusan Mahkamah Konstitusi, PUU no 91/PUU-XVIII/2020,
Terpisah, Pengawas Dinas Ketenagakerjaan Propinsi Sumatera Utara, berinisial HEL kepada wartawan menjelaskan bahwa membenarkan adanya pemeriksaan dosen (tenaga Pengajar) terkait upah yang tidak dibayarkan oleh Salah Satu Perguruan Tinggi Swasta di Medan.
“Benar bang, semalam sudah kita periksa.kita ambil keterangan para dosennya” terang HEL, Rabu, (29/6).
Kita dari Pihak Disnaker Sumatera Utara telah melakukan pemeriksaan, kita pikir ini terkait kekurangan upah termasuk ke Hak Normatif.ternyata setelah kita periksa upahnya sesuai malah lebih dari ketentuan. Jadi kita arahkan ranahnya ke Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).
“Kalau dari kita sebagai pengawas menyarankan untuk ke perselisihan (PHI). Jadi kami arahkan ke Disnaker Kota Medan untuk THR nya. Karena kalau kita tangani THR nya, nanti arahnya sanksinya administrasi. sementara ITM sudah tutupkan, tidak aktif lagi” ujarnya.
Henny menjelaskan bahwa hal ini masuk ke ranah perdata dan menyarankan agar para tenaga pengajar buat pengaduan ke mediator Disnaker Kota Medan.
“Ini ranahnya ke perdata.karena wansprestasikan. Biar mereka yang menyelesaikan masalah THR, Upah yang tidak dibayar. Jadi kita saran kita buat laporan ke Mediator Disnaker Kota Medan.”kata HEL.
“Jadi kita pake UU Cipta Kerja dengan turunannya PP 36 tentang Pengupahan dimana penjelasannya “Pengusaha yang terlambat atau tidak membayar upah dikenakan denda”tutupnya.(ri).